Tanaman karet berasal dari lembah Amazon, Brazilia dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun. Di Indonesia tanaman karet dibudidayakan umumnya pada dataran rendah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm/tahun. Dengan makin terbatasnyalahan yang ideal untuk tanaman karet serta kompetisi dalam hal penggunaan lahan dengan komoditas lainnya, perusahaan perkebunan atau petani ingin mengembangkan karet pada lahan dengan kondisi sub optimal. Areal lahan pasang surut di Sumatera maupun Kalimantan sangat luas. Kendala yang dihadapi pada lahan pasang surut adalah air tanah yang dangkal dan pH tanah yang mungkin sangat rendah karena adanya lapisan pirit.
Dari pengamatan lapang dan penelitian yang telah dilakukan tanaman karet berpotensi untuk dikembangkan pada lahan tipe D dengan kedalaman air tanah > 50 cm dan pH tanah >3,5.Pada elevasi tinggi (>500 m), kendala yang dihadapi adalah suhu udara yang rendah yang berakibat menurunnya pertumbuhan tanaman. Untuk setiap kenaikan 100 m dari permukaaan laut, suhu udara turun 0 - 6OC. Dengan menggunakan model pertumbuhan karet, lilit batang tanaman menurun rata-rata sekitar 5,5% untuk setiap penurunan suhu sebesar 1OC dari suhu optimum. Aliran lateks diperkirakan akan lebih lama pada suhu 18 - 24OC sehingga perlu penyesuaian sistem sadap. Daerah beriklim kering juga diupayakan untuk pengembangantanaman karet.
Sumber berita....