Selmat Datang
Istri Potong Kemaluan Suami
Privatisasi (Tanggung Jawab) Negara
”KONSULTASI PUBLIK RENCANA PENINGKATAN PRODUKSI PT. ADARO INDONESIA”
Faktor-faktor Penting dalam Pengolahan Karet (RSS)
Sumber berita klik disini
SISTEM WANATANI BERBASIS KARET
PENGEMBANGAN KARET DI LAHAN SUB-OPTIMAL
Tanaman karet berasal dari lembah Amazon, Brazilia dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun. Di Indonesia tanaman karet dibudidayakan umumnya pada dataran rendah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm/tahun. Dengan makin terbatasnyalahan yang ideal untuk tanaman karet serta kompetisi dalam hal penggunaan lahan dengan komoditas lainnya, perusahaan perkebunan atau petani ingin mengembangkan karet pada lahan dengan kondisi sub optimal. Areal lahan pasang surut di Sumatera maupun Kalimantan sangat luas. Kendala yang dihadapi pada lahan pasang surut adalah air tanah yang dangkal dan pH tanah yang mungkin sangat rendah karena adanya lapisan pirit.
Dari pengamatan lapang dan penelitian yang telah dilakukan tanaman karet berpotensi untuk dikembangkan pada lahan tipe D dengan kedalaman air tanah > 50 cm dan pH tanah >3,5.Pada elevasi tinggi (>500 m), kendala yang dihadapi adalah suhu udara yang rendah yang berakibat menurunnya pertumbuhan tanaman. Untuk setiap kenaikan 100 m dari permukaaan laut, suhu udara turun 0 - 6OC. Dengan menggunakan model pertumbuhan karet, lilit batang tanaman menurun rata-rata sekitar 5,5% untuk setiap penurunan suhu sebesar 1OC dari suhu optimum. Aliran lateks diperkirakan akan lebih lama pada suhu 18 - 24OC sehingga perlu penyesuaian sistem sadap. Daerah beriklim kering juga diupayakan untuk pengembangantanaman karet.
Sumber berita....
MENGEMBALIKAN DATA HILANG KARENA VIRUS
Pertemuan LSM Tabalong dengan Kesbanglinmas Tabalong
Dinas Pertambangan dan Energi Diminta Meningkatkan Pengawasan Reklamasi Tambang
Workshop Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat Di Kabupaten Tabalong Dan Balangan Kalimantan Selatan (Aston Hotel, 09 Desember 2010)
Selayang Pandang BUMDes
I. PENGERTIAN
BUMDes singkatan Badan Usaha Milik Desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah Desa masyarakat. Sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa serta berpedoman pada pengaturan perundang-undangan. Tata Cara Pembentukan yaitu Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
II. LANDASAN
A. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
B. Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat Dan Pemerintahan Daerah;
C. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara;
D. Peraturan Pemerintah No.72 tahun 2005;
E. Permendagri No.39 tahun 2010 Tentang Bumdes;
F. SKB 3 Menteri dan 1 Gub. B.I;
G. Peraturan Daerah Kabupaten Tabalong ;
1. Nomor 04 Tahun 2007 tentang Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa.
2. Nomor 05 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa.
3. Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
4. Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pengaturan Kewenangan Desa di Kabupaten Tabalong.
5. Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Pembangunan Desa.
6. Nomor 19 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa diKabupaten Tabalong.
7. Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.
8. Nomor 21 Tahun 2007 tentang Kerjasama Desa.
9. Nomor 16 Tahun 2001 tentang Lembaga Adat Dalam Kabupaten Tabalong.
10. Keputusan Bupati Tabalong Nomor 06 Tahun 2000 tentang Nama dan Wilayah AdministrasiDesa/Kelurahan Kabupaten Tabalong.
III. TATA CARA PEMBENTUKAN
Syarat Pembentukan :
a. Inisiatif pemerintah desa/mayarakat berdasarkan musyawarah warga desa;
b. Adanya potensi usaha ekonomi masyarakat;
c. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
d. Sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal;
e. Sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha;
f. Unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan
g. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa.
Mekanisme Pembentukan
a. Rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan;
Mengenventarisir komuditi usaha Desa dan Kebutuhannya perpoin berdasarkan/mengutamakan emergensi dan manfaat.
b. Membuat Berita Acara Pembentukan
Hari, tanggal tempat dan peserta yang hadir terlampir di absen. Materi pertemuan Pembentukan BUMDes dan Penyusunan Draft AD/ART, menugaskan (terpilih) Pengurus dari unsure BPD, LPM, Pengusaha(Swasta) dan Tokoh Masyarakat yang diketahui oleh Kepala Desa dan LPM
c. Pembuatan AD/ART;
Isi dari AD antara lain
1. PENDAHULUAN
2. DASAR PERATURAN
3. BAB I NAMA DAN KEDUDUKAN
4. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
5. BAB III KEPEMILIKAN MODAL DAN SUMBER PERMODALAN
6. BAB V KEGIATAN USAHA
7. BAB VI KEPENGURUSAN
8. BAB VII ATURAN KHUSUS
Sedangkan Anggaran Rumah Tangga, antara lain:
1. ANGGARAN RUMAH TANGGA
2. BAB I INDENTITAS BUMDes
3. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
4. BAB III KEUANGAN
- Kepemilikan Modal
- Sumber permodalan BUMDes
- Laba Usaha
- Dari Keuntungan bersih usaha, dibagikan
5. BAB V KEGIATAN USAHA
6. BAB VI KEPENGURUSAN
7. BAB VII ATURAN KHUSUS
- Pembubaran
- Tanggungan Akibat Kerugian
- Peraturan Tambahan
Diketahui Kepala Desa dan Ketua BPD
d. Pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan
e. Penerbitan peraturan desa
IV. SISTEM KERJA
Kegiatan Usaha
a. Jasa (keuangan mikro, transportasi, komunikasi, konstruksi dan jasa energi);
b. Penyaluran sembilan bahan pokok;
c. Perdagangan hasil pertanian; dan/atau
d. Industri kecil dan rumah tangga.
Pengelola/Pengurus
a. Penasihat atau komisaris (Kepala Desa);
b. Pelaksana operasional atau direksi (direktur/manajer dan kepala unit usaha).
Pinjaman dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pertanggungjawaban:
a. Pelaksana operasional/direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa.
b. Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD.
Pembina:
a. Menteri Dalam Negeri : Pembinaan dan menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUMDes.
b. Gubernur : Sosialisasi, bimbingan teknis standar, prosedur dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di Provinsi.
c. Bupati/Walikota : Pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan.
d. Kepala Desa : Koordinasi pelaksanaan pengelolaan BUMDes.
Pengawas:
a. BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa
b. Inspektorat Kabupaten/Kota.
V. SUMBER DANA
Permodalan :
a. Pemerintah desa (kekayaan desa yang dipisahkan);
b. Tabungan masyarakat (simpanan);
c. Bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (dana tugas pembantuan);
d. Pinjaman (Lembaga Keuangan/Pemerintah Daerah);
e. Kerja sama usaha dengan pihak lain (swasta/masyarakat); dan/atau
f. Dana bergulir.
VI. LAIN-LAIN
Tujuan :
a. BUMDes juga memberi kontribusi terhadap pendapatan asli desa (PAD), yang pada gilirannya akan mendukung kegiatan pelayanan pemerintah desa kepada warga.
b. BUMDes mempunyai kelembagaan yang lebih formal, kuat dan berkelanjutan dibandingkan dengan unit-unit dan lembaga-lembaga lain yang datang dari pemerintah pusat maupun bentukan SKPD.
c. Secara kelembagaan BUMDes mengambil bentuk public-community partnership, sehingga kedepan menjadi pelajaran berharga untuk menentukan kedudukan BUMDes dalam rezim “perusahaan” di Indonesia.
» Bagaimana kedudukan dan status BUMDes? Apa beda BUMDes dengan PT, CV, usaha dagang atau koperasi?
Jawab : bukan koperasi, bukan PT, bukan CV, bukan usaha dagang. BUMDes adalah BUMDes atau “usaha desa” yang setara dengan PT, koperasi, CV atau bentuk-bentuk usaha lainnya.
» Mengapa dibentuk BUMDes? Untuk apa BUMDes? Kalau sudah ada usaha-usaha masyarakat seperti koperasi maupun kegiatan simpan pinjam masyarakat, kenapa harus dibentuk BUMDes? Bukankah BUMDes justru bisa menyaplok usaha-usaha yang sudah ada atau malah mematikan usaha-usaha yang sudah ada dalam masyarakat? Apakah tidak mungkin desa hanya cukup melakukan pungutan pajak terhadap usaha-usaha masyarakat, tanpa membentuk BUMDes, untuk memperoleh PADes? Bahkan ada yang bertanya, bukankah BUMDes ini merupakan bentuk “Jawanisasi”?
Jawab : BUMDes didirikan di desa tentu diilhami oleh berbagai kondisi yang negatif dan positif.Pertama, praktik pelaku ekonomi yang merugikan warga desa mendorong desa mendirikan BUMDes yang memberikan proteksi terhadap warga. Kedua, individu maupun kelompok masyarakat sudah menjalakan usaha tetapi menghadapi keterbatasan dari sisi modal, kapasitas, teknologi dan jaringan pasar
» Siapa pemilik BUMDes? Kalau pemerintah memberikan bantuan kepada desa atau BUMDes, bagaimana kedudukan dan kepemilikan pemerintah dalam BUMDes? Demikian juga, kalau sekelompok masyarakat menyertakan modal kepada BUMDes, bagaimana hak dan kepemilikan mereka atas BUMDes?
Jawab : BUMDes bukan mendirikan usaha yang mengambil alih atau mematikan usaha-usaha yang berkembang dalam masyarakat. BUMDes yang didirikan adalah untuk mendukung (back up) dan memperkuat usaha-usaha yang berkembang dalam masyarakat tersebut, baik melalui permodalan, pengembangan kapasitas maupun jaringan pemasaran
» Apakah BUMDes hanya bergerak di bisnis ekonomi? Apakah BUMDes tidak mungkin melakukan bisnis sosial yang berorientasi pada perlindungan sosial dan pelayanan publik kepada masyarakat?
Jawab : Desa dapat membentuk BUMDes atau mengembangkan usaha yang belum dijalankan oleh masyarakat, atau membentuk BUMDes yang memberikan proteksi warga masyarakat dari kerentanan akibat praktik-praktik swasta atau pasar yang bersifat monopoli dan merugikan warga